Akhirnya,
setelah penantian panjang, film 5cm pun beredar di bioskop tanah air sejak 12
Desember 2012 yang lalu. Film yang diangkat dari novel laris karya Donny
Dhirgantoro ini berhasil menyedot perhatian publik. Gunung Semeru yang menjadi
latar utama film ini juga dikabarkan ramai dikunjungi wisatawan yang
terinspirasi film ini.
Menceritakan
5 sahabat di bangku kuliah yang terdiri dari Genta, Arial, Ian, Zafran dan
satu-satunya perempuan diantara mereka, Riani. Setelah bersahabat sekian lama,
mereka merasa perlu melakukan sesuatu yang bisa lebih mempererat hubungan
mereka. Ide pun bermunculan, sampai akhirnya ide untuk tidak saling bertemu dan
menyapa selama 3 bulan dari Genta disetujui.
Perjumpaan
kembali setelah 3 bulan dirayakan dengan pergi ke suatu tempat atas usul Genta.
Ya, tak lain adalah Gunung Semeru. Mereka berlima ditambah Dinda, adik perempuan
Arial, berangkat menuju puncak Gunung Semeru. Banyak cerita menarik dari 5
sahabat ini sampai mereka berhasil mencapai puncak Semeru.
Sutradara
Rizal Mantovani dengan baik memvisualisasikan semua adegan yang ada di novel. Bagi
yang sudah pernah membaca novelnya, mungkin film ini hanya menjadi media
realisasi visual yang sebelumnya hanya berada di imaji masing-masing. Untuk
cerita, tentu tidak sama sepenuhnya dengan yang ada di novel. Donny yang juga
menjadi penulis naskah di film ini juga berhasil menulis ulang ceritanya dengan
baik.
Namun, ada
beberapa bagian dari film yang menurut saya menarik untuk dibahas. Seperti pergantian
karakter ‘leader’ dalam cerita. Di bagian awal, narasi dari
tokoh Zafran sangat mendominasi, penonton akan terbawa menikmati cerita melalui
sudut pandang Zafran. Namun dipertengahan cerita, tokoh Genta mulai mendominasi
sudut pandang cerita. Belum lagi ditambah ketika adegan rombongan ini mendaki
gunung, memang Genta yang menjadi leader. Narasi tokoh Zafran pun hilang, penguatan sudut
pandang mulai terbagi rata di masing-masing tokoh.
Begitu juga
dengan pengambilan gambar. Pada adegan di perjalanan menaiki mobil jip menuju
pos pertama pendakian, mobil berhenti sebentar, dan lima sekawan ini mulai
memandangi Gunung Semeru. Kamera tidak langsung mengarah ke objek yang mereka
saksikan, tapi ditahan dengan mengalihkan ke masing-masing tokoh yang sedang
berkomat-kamit mengucapkan quotes satu
persatu. Setelah mereka selesai, baru penonton dusuguhkan pemandangan Gunung
Semeru dari berbagai sisi dengan musik pengiring yang syahdu.
Trik yang
sangat baik, membuat rasa penasaran penonton semakin tinggi dengan objek yang
akan segera ditampilkan. Namun, jika itu dilakukan berulang-ulang, akan terasa
membosankan dan penonton pun tahu mereka akan dibuat menunggu lagi. Seperti
adegan saat kelima sahabat itu sampai di Ranu Kumbolo. Euforianya tak sebesar
yang pertama.
Dari
pemeran, semuanya tampil maksimal. Tentu, kerinduan akan Herjunot Ali yang
sudah lama tidak tampil di layar lebar terbayar disini dengan akting menawannya.
Nidji pun terasa cocok mengisi pos musik latar. Lagu-lagunya terasa lebih
kolosal di film ini.
Overall,
film ini sangat baik dikonsumsi oleh siapa saja. Dan tampaknya baru kali ini
ada film Indonesia yang membuat saya tidak menonton film lain selain film
Indonesia setelah menonton film ini. Maju terus film Indonesia!